
Usia sekolah merupakan masa yang terlampau menentukan mutu seorang dewasa dengan harapan sehat secara fisik, mental, sosial, dan emosi. Kasus yang sering berjalan di tingkat sekolah yang sanggup merubah kesehatan mental seseorang adalah bullying. Di mana bullying ini merupakan suatu tindakan agresif yang di tunaikan berulangkali oleh seseorang yang miliki kemampuan lebih pada orang lemah, baik secara fisik maupun psikologis.
Hal selanjutnya sejalan dengan pendapat Sejiwa yang mendeskripsikan bullying sebagai tindakan yang memakai kekuasaan di dalam menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis agar korban menjadi tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Berdasarkan penelitian yang ditunaikan oleh Nauli pada th. 2016 terungkap bahwa dari 176 remaja umur 15-17 th. di lebih dari satu sekolah di Pekanbaru, di dapatkan sebanyak 50,6% miliki prilaku bullying yang tinggi.
Penelitian di Indonesia berkaitan bullying di tunaikan oleh Juwita th. 2012 dengan hasil yang di dapatkan bahwa Yogyakarta memilki angka tertinggi di dalam kasus bullying di bandingkan di Jakarta dan Surabaya, tercatat 70,65% kasus bullying berjalan di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta.
Kasus bullying tidak cuma berjalan pada jenjang SMP dan SMA saja, tapi sekolah dasar terhitung terhitung didalam perihal ini. Di mana pelaku sering mengejek rekan sekelasnya sampai korban ber keinginan untuk berhenti sekolah, hindari jalinan sosial, sering melamun (pemurung), lebih-lebih bunuh diri. Hal ini sanggup di buktikan dari penelitian yang di tunaikan Nauli pada 2017 yang perlihatkan bahwa pada tanggal 15 Juli 2005 terdapat siswa SD berusia 13 th. melaksanakan tindakan bunuh diri gara-gara jadi malu dan frustasi akibat sering diejek.
Data lainnya berdasarkan survey yang ditunaikan oleh Borba didapatkan bahwa anak umur 9 sampai 13 th. mengakui melaksanakan bullying. Survey yang di tunaikan di tidak benar satu sekolah dasar Kota Pekanbaru perlihatkan 6 dari 10 orang siswa dulu melaksanakan tindakan bullying kepada temannya secara verbal maupun fisik. Hal selanjutnya perlihatkan tingginya kasus bullying di umur sekolah.
Fakor terjadinya bullying ini di antaranya, yakni perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, keluarga tidak rukun, keadaan sekolah tidak harmonis, perbedaan karakter individu ataupun kelompok, ada dendam/iri hati, ada impuls menghendaki menguasai korban dengan kemampuan fisik, dan menambah popularitas pelaku di dalam ruang lingkup rekan sebayanya.
Bentuk bullying yang berjalan di sekolah sanggup berupa: pertama, verbal. Dimana kekerasan yang ditunaikan berupa ejekan, makian, cacian, celaan, fitnah. Kedua, fisik. Dimana kekerasan yang ditunaikan berhubungan dengan tubuh seseorang yang sanggup berupa pukulan, meludahi, tamparan, tendangan. Ketiga, relasional. Dimana kekerasan yang berjalan gara-gara timbulnya kelompok spesifik yang berseberangan dengan kelompok ataupun individu lain sampai ada pengucilan.
Dengan efek yang memadai memprihatinkan pada korban bullying, maka diperlukan pencegahan secepatnya. Berdasarkan pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2014, “Anak di di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan. harus memperoleh bantuan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang di tunaikan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”
Jika ada seseorang yang membully, kita harus selalu yakin diri di dalam mengadapi tindakan selanjutnya dengan berani, menyimpan bukti bullying agar sanggup di laporkan, jangan dulu takut di dalam bicara ataupun melaporkan meskipun di ancam oleh pelaku, selalu berbaur dengan teman-teman yang sebabkan kita yakin diri dan selalu berpikir positif.
Dilansir dari detik.com, terdapat lebih dari satu cara didalam mencegah terjadinya bullying yang sanggup ditunaikan di sekolah. Pertama, pihak sekolah sanggup menambahkan edukasi tentang bullying dengan sebabkan poster bullying yang dipajang di lingkungan sekolah.
Kedua, semua pihak sekolah melatih dirinya agar miliki rasa simpati dan empati kepada orang lain yang sanggup menopang korban bullying agar sanggup melalui masa-masa sulitnya dan ulang bangkit serta muncul dari tindakan bullying yang di alaminya.
Ketiga, pihak sekolah sanggup sebabkan aturan dengan sanksi yang tegas tentang tindakan bullying di lingkungan sekolah layaknya mengambil keputusan prosedur penanganan yang tepat, tegas, dan adil di dalam menindak lanjuti tindakan selanjutnya agar pelaku bullying berpikir sebelum melakukannya.
Keempat, ada jalur komunikasi terbuka didalam pelaporan bullying agar tindakan pelaku sanggup terungkap. Sebagaimana yang sering berjalan bahwa korban tidak berani melaporkan atas apa yang udah dialaminya.
Kelima, pihak sekolah melaksanakan gerakan anti bullying dengan menyebarkan pesan yang mengandung norma menentang bullying. Kegiatan selanjutnya sanggup berupa gerakan Anti bullying Day, mengadakan pentas seni. penandatanganan deklarasi anti bullying oleh semua pihak sekolah, dan gagasan kreatif lainnya.
Pencegahan tindakan bullying ini dapat berhasil apabila semua warga sekolah ikut menopang semua kegiatan yang sanggup menghentikan tindakan tersebut. Tdak cuma warga sekolah, tapi lingkungan di luar sekolah pun terhitung berperan penting didalam membentuk nilai-nilai positif didalam bermasyarakat.